JELAJAH POS JAKARTA--Setelah tertunda beberapa tahun, pemerintah berencana menaikkan tunjangan
pejabat negara. Alasannya take home pay yang diterima tidak sebanding dengan tanggung
jawab serta beban seorang pejabat negara.
Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN&RB) Azwar Abubakar, kenaikan tunjangan pejabat negara ini dimaksudkan agar pendapat lain diharamkan. Pejabat negara hanya dibolehkan menerima gaji pokok plus tunjangannya. "Sudah rahasia umum kalau ada pejabat negara yang pendapatan lainnya jauh di atas gaji plus tunjangannya. Kenapa bisa terjadi, karena take home pay-nya sangat kecil untuk ukuran pejabat negara," ujarnya, kemarin. Dia mengaku menerima pengaduan dari kepala daerah tentang minimnya tunjangan yang diterima. Setiap bulan tunjangan pejabatnya hanya Rp 6 juta. Bagi kepala daerah yang merasa tidak cukup, sudah pasti akan menerima pemberian di luar itu. Tidak heran banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. "Sistem penggajian di negara kita ini memang amburadul. Contohnya sekda, remunerasinya bisa Rp 20 juta, bupatinya malah Rp 6 juta. Nah yang ini harus diatur, logikanya kan bupati harus diatas sekda karena tanggung jawabnya lebih besar, paling tidak Rp 25 juta," terangnya. Rencana untuk kenaikan tunjangan pejabat negara ini menurut Azwar sudah diajukan kepada presiden. Jika disetujui presiden, otomatis seluruh pejabat negara termasuk presiden, anggota DPR RI hingga kepala daerah akan mendapatkan tunjangan di atas Rp 20 juta, di luar gaji pokok. Dia menambahkan, untuk sistem penggajian yang harusnya gaji pokok lebih besar daripada tunjangan sulit diterapkan. Sebab akan berpengaruh pada pembayaran pensiunan nanti. "Idealnya memang gaji pokok lebih besar, tapi itu sulit karena beban negara tambah banyak. Jadi salah satu jalan keluarnya adalah meningkatkan tunjangan pejabat negara agar kinerjanya diharapkan lebih baik dan tidak menerima "titipan" lagi," pungkasnya pp. |